Jumat, 30 Mei 2014

Sebuah Cerita Pendek

Orang-Orang Sukses Mengurangi Porsi Tidur Mereka

Aku adalah seorang lelaki pendiam. Pendiam karena tinggal di antara orang-orang pendiam. Ayahku, ibuku, kakakku, semuanya sangat pendiam, jarang sekali bercakap terlebih mengobrol. Tapi tidak dengan adikku, dia sangat ribut dan sering sekali bertanya bahkan untuk hal yang samasekali tidak penting.


            Entah siapa yang membawa virus ini ke rumah kami. Tapi menurut analisis yang telah ku lakukan, mengatakan bahwa ayahku lah pelakunya. Menurut hasil analisisku, ayahku adalah orang yang paling pendiam di rumah ini. Dan beliau yang paling banyak membaca dan menulis di antara kami. Lagi-lagi menurut analisisku, bahwa orang-orang pendiam lebih banyak menghabiskan waktu mereka untuk membaca dan menulis. Bisa jadi hobi membaca dan menulis seseorang membuat orang tersebut menjadi pribadi pendiam, atau seseorang dengan bawaannya yang pendiam lebih memilih membaca dan menulis sebagai hobinya. Jadi, teori yang paling mungkin adalah bahwa ayahku adalah yang membawa dan menyebarkan virus ini di rumah kami.
***
            Hari ini adalah hari kamis. Ada pelajaran Seni Budaya di kelas kami, XI IPA 3. Pekan lalu, guru kami meminta kami untuk mempersiapkan diri untuk tampil di hadapan teman-teman di kelas, dalam rangka memamerkan seni yang kami kuasai.
            Seni yang kami kuasai? Ah sial! Seumur-umur aku belum pernah yang namanya belajar seni samasekali! Karena memang aku anak (baru) pindahan di sekolah ini, dan sekolah-sekolahku yang dulu tak pernah memberi pelajaran seni. Lalu, apa yang harus ku tampilkan hari ini?? Entahlah, aku cukup bingung.
            Ah! Tapi sepertinya aku belum menemui jalan buntu. Aku hafal sebuah lagu dari grup music favoritku yang juga sering sekali ku putar. Berarti sekarang hanya perlu memutar kembali lagi favoritku ini agar kembali hangat dalam benak, sekaligus melatih suara vokalku. Jadilah aku menyanyi-nyanyi sendiri layaknya orang aneh bin gila. Teman-temanku pun memandangku dengan pandangan aneh dan mengejek. Tapi aku samasekali tak peduli. “Toh jikalau aku atau atau hasil performance-ku nanti lebih baik dari mereka, aku bisa gantian mengejek mereka.” Batinku dalam hati.
            “Guru Seni Budaya nggak bakalan masuk sob!.” Tiba-tiba sebuah suara yang sangat ku kenal mengejutkanku. Bahkan aku tak perlu melirik untuk mengetahui bahwa si pemilik suara adalah teman dekatku, Sigit Santoso.
            “Serius lo?.” Tanyaku tak percaya.
            “Iye serius! Kapan sih gue ngibulin lo? Hah? Masa lo nggak percaya sama best friend lo!” Sembur Sigit agak emosi. Dia memang mudah tersinggung emosinya, jadi aku maklum saja.
            “Yes!” Teriakku. “Eh, tapi kenapa sob?” Tanyaku ingin tahu.
            “Katanya sih sakit, tapi nggak tahu juga”
            “Ups!”
            “Kenapa?”
            “Gila! Gue nggak sopan banget sama guru. Guru sakit gue malah seneng.”
            “Tapi lo nggak seluruhnya salah sob. Lo seneng karena lo bisa latihan lebih banyak lagi. Tapi lo juga harus sedih karena guru kita sakit. Inget! Jangan sedih doing, harus didoa’in juga biar cepat sembuh.” Nasihat Sigit.
            “Bener juga lo. Tapi susah juga kalo sedih sekaligus seneng.” Kataku bercanda.
            “Bisa dah lo” Katanya sambil berlalu pergi.
***
            Pulang sekolah. Biasanya aku pulang sekolah menuju rumah bersama sigit, teman dekatku. Tapi hari ini, aku ingin pulang seorang diri agar lebih leluasa melamun di samping pak supir angkot. Melamunkan latihan apa yang harus ku lakukan agar penampilanku nanti lebih maksimal.
            Ah! Tiba-tiba saja sebuah ide terlintas dalam benak ketika sebuah toko music dilewati oleh mobil angkot kami. “stop bang!” seruku kepada pak supir angkot. Kuberikan selembar uang 2000-an dan langsung melompat ke luar.
            Toko music ini sepertinya bukan toko music yang lengkap. Tapi cukup lengkap untuk memenuhi kebutuhanku. Kau tahu kawan apa yang ingin ku beli? Sebuah gitar! Kupikir gitar bisa menemaniku bernyanyi saat tampil nanti. Masalah melatih kemampuanku bermain gitar, aku sudah mempunyai solusinya. Cari video tutorial cara memainkan gitar untuk music favoritku di Youtube.com. Download. Dan tirukan cara bermainnya. Aku cukup yakin waktu seminggu ini sangat cukup untuk melatih kemampuanku berduet dengan gitar baruku.
            Sesampainya di rumah, ku hampiri ibuku yang biasanya selalu sibuk dengan pekerjaan rumahnya. Ku salami dan ku cium tangan beliau. Kebiasaan yang hampir tak pernah ku tinggalkan selepas pulang sekolah.
            “Wah, anakku punya mainan baru nih.” Kata ibu sambil menatap gitar baru di tanganku. Aku hanya menjawab dengan senyuman sembari berlalu pergi.
***
            Satu hal atau lebih tepatnya hambatan yang belum ku temukan solusinya datang menghadang. Seperti yang sudah ku ceritakan, keluargaku hampir seluruhnya pendiam dan tak suka suara ribut-ribut. Mereka semua lebih senang dengan suasana yang sunyi senyap. Ku simpulkan, jika aku latihan di rumah berarti aku sangat mengganggu mereka. Dan aku tidak ingin mengganggu siapa pun. Aku pun tak suka nongkrong. Bisa saja aku ikut nongkrong bersama teman di kampung. “Tapi yang ada, gitarku malah dipinjam dan akhirnya aku tak bisa berlatih” timbangku dalam hati.
            Sebaiknya ku cari terlebih dahulu video tutorial di Youtube.com. Setelah dapat ku download. Setelah itu aku baca-baca artikel tentang motivasi di beberapa situs. Sepertinya ada sebuah judul yang menarik yang terlihat sepintas oleh mataku. Judulnya “Orang-Orang Sukses Mengurangi Porsi Tidur Mereka”. Ku coba untuk membaca artikel tersebut. Ternyata isinya tentang orang-orang sukses yang banyak memberikan manfa’at kepada umat manusia. Mereka harus mengorbankan waktu mereka, karena bagi mereka waktu 24 jam tidak cukup untuk kegiatan mereka yang super sibuk. Bahkan ku baca, di antara mereka ada yang hanya tidur 3 jam setiap harinya! Menakjubkan..
            “Hmm…, seandainya cara mereka ku terapkan dalam hidupku dengan sedikit modifikasi, berarti aku sudah berhasil mendapatkan jawaban atas masalah terakhir yang ku hadapi” kataku dalam hati dengan sedikit sunggingan senyum manis menghias wajah.
            Mulai malam ini tidur malamku dipotong dua jam dan dipindah siang hari. Jadi jadwal harianku mulai hari ini begini. Setelah bel berbunyi pertanda waktu sekolah telah usai pukul 13.15 WIB, aku bersegera pulang sekolah. Setibanya di rumah kira-kira pukul 14.00 WIB, aku harus buru-buru lunch (makan siang). Setelah itu langsung tidur sampai pukul 15.20 WIB, dan setelah shalat ashar tidurku dilanjut sampai pukul 17.00 WIB. Jadi kira-kira tidur siangku selama 2 jam lebih. Dan malam harinya sekitar pukul 00.30 WIB, aku keluar rumah sambil membawa gitar dan laptop menuju semacam pos ronda tempat yang biasanya teman di kampung menongkrong dan mengobrol, karena tak jauh dari rumahku. Di sana aku melatih diri agar jariku bisa bermain nada dengan ahli sembari melantunkan nyanyian yang merdu. Pukul 02.30 WIB, aku pulang dan kembali tidur. Tak apalah waktu tidur malamku terpotong, toh tidak benar-benar terpotong, hanya dipindah ke siang sampai sore hari. Ini ku lakukan agar penampilanku nanti maksimal tanpa harus mengganggu orang rumah. Dan jika aku merasa nyaman, mungkin aku akan meneruskan latihanku di malam hari agar aku memiliki keahlian baru. Karena orang sukses harus mau berkorban, dan yang namanya berkorban berarti harus ada yang dikorbankan.
***
Seminggu kemudian…
            Waktu berlalu begitu cepat, tak terasa hari kamis sudah datang menghampiri. Ku bersiap-siap kemudian berangkat sekolah dengan tak lupa mengajak teman baruku, gitar. Ketika pelajaran Seni Budaya tiba saatnya. Aku maju dengan penuh percaya diri karena latihanku sudah cukup keras dan aku yakin akan menghasilkan hasil yang seimbang. Kutarik nafas agak lebih dalam agar rasa gugup sedikit berkurang. Dan akhirnya lantunan nyanyian merdu dengan iringan nada dari gitar terdengar sangat nikmat untuk dinikmati.
            Setelah selesai, teman-temanku memberi applause (tepuk tangan) yang meriah. Ku lirik guruku dan beliau memberi senyuman pertanda penampilanku cukup memuaskannya. Aku bangga dengan diriku. Aku bangga dengan keinginan kuatku. Aku bangga dengan kerja kerasku. Dan yang terpenting aku harus bangga dan berterimakasih kepada Rabb yang telah memberiku kekuatan untuk melakukan semua ini. Terimakasih Rabb.
Kemudian, terimakasih kepada mereka yang telah mengejekku, karena aku jadi mengerti arti sebuah kerja keras dan dapat merasakan nikmat setelah mendapat hasil yang sangat memuaskan ini.


MA Negri Jonggol, Senin 26-Mei-2014

0 komentar:

Posting Komentar

 
;